SOSIALISME INDONESIA

Telaah Pemikiran Soekarno

Pendahuluan

Menjelang perang dunia II, Hindia-Belanda – rintisan sebuah negara yang sejak 1949 dikenal dengan nama Indonesia – mungkin merupakan daerah jajahan yang paling kaya di dunia. Setidaknya, kedudukan Indonesia berada sedikit di bawah India dalam hal kekayaan yang diberikan kepada penjajah, tetapi jelas lebih penting bagi Belanda dibandingkan India bagi Inggris. Kekuasaan belanda di wilayah kepulauan yang lus ini, sekalipun berawal dari penguasaan kecil-kecilan di Jawa sejak 1619, baru selesai setelah Aceh (di utara Sumatra) dan Bali berhasil ditaklukan pada 1909 dan dampaknya beraneka-ragam sekali. Namun, pulau Jawa yang subur, dengan jumlah penduduk sebanyak dua pertiga dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada, dan sebagaian Sumatra dan Sulawesi (sebelumnya Celebes) – yang kaya akan karet, minyak, timah dan kopra – kekuasaan Belanda, yang sejak pertengahan abad ke-19, sangat insetif.[1]

Kesadaran untuk merdeka dari ekspoitasi kolonialisme, diawali abad XX dengan bangkitnya nasionalisme. Dalam perkembangannya gerakan kemerdekaan nasional Indonesia terkait erat dengan penyenaran dan perkembangan dari sosialisme. Di waktu itu, hampir semua aliran, termasuk nasionalis maupun agama, mengajukan sosialisme sebagai cita-cita tentang keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Salah satu Soekarno yang mencita-citakan Sosialisme Indonesia yang bertolak dari kritik atas kapitalisme Eropa Barat, dalam hal ini adalah belanda, yang di Indonesia diwujudkan dalam bentuk kolonialisme. Kritik itu sudah mulai sejak masuknya pengaruh faham sosialisme yang pada dasawarsa pertama abad XX dibawa oleh Sneevliet ke dalam gerakan rakyat, Sarekat Islam (SI), yang secara nyaring diartikulasikan oleh H.O.S. Tjokroaminoto dan haji Agus Salim dalam versi Sosialisme Islam sebagai konsep alternatif.[2]

Semaoen berpengaruh besar dalam gerakan buruh pada awal tahun duapuluhan abad ke XX, ia menjadi anggota organisasi Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) yang didirikan oleh Henk Sneefliet di Semarang.[3] ISDV tidak hanya mengurusi kepentingan buruh Eropa, tetapi juga kepentingan kaum buruh Hindia. Benih-benih sosialisme ternyata juga mulai tumbuh dalah tubuh SI. Organisasi ISDV bergerak cepat dengan strategi mereka untuk merekrut massa dari SI.  Pengaruhnya yang kuat ternyata mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda, sebab pada saat yang sama,  pemogokan-pemogokan buruh bertambah  kuat dan meluas. Semaun, Darsono dan Alimin, adalah pimpinan-pimpinan SI Semarang yang berhasil direkrut oleh Sneevliet. Mereka punya  kesamaan pandangan, prinsip-prinsip ideologi radikal dengan ISDV. Semaoen didalm bukunya yang berjudul Penuntun Kaum Buruh: “Bahwa kelas rakyat jelata dan kaum buruh harus berusaha agar alat-alat, modal, pabrik, mesin, tanah, dan sebagainya itu jatuhke tangan pemerintah yang bersemangat kerakyatan, yang dipilih oleh dan dari rakyat, agar semua perusahaan dan perdangan dapat diurus oleh pemerintah. Usaha-usaha ini dinamakan sosialisme atau komunisme.”[4]

H.O.S. Tjokroaminoto pada tahun 1924 membela sosialisme antara lain dengan risalahnya Islam dan Sosialisme. Pembelaannya atas sosialisme didasari oleh pandangan bahwa Islam dengan ajaran anti-riba pada dasarnya adalah anti-kapitalisme. Perintah Tuhan untuk berbuat kedermawanan, kebajikan dan bermusyawarah kepada dan dengan sesama manusia adalah perintah Tuhan untuk sosialisme dan demokrasi. Negara-negara Islam yang dipimpin oleh Nabi dan empat sahabatnya berturut-turut, yaitu Sayidina Abubakar, Sayidina Umar, Sayidina Usman dan Sayidina Ali yang dikenal dengan sebutan khulafaur rasyidin pada dasarnya berisikan masyarakat sosialis yang sesuai dengan ajaran Islam. Akhirnya kemelaratan rakyat Indonesia ini disebabkan oleh kolonialisme dan kapitalisme.[5]

Bertolak dari pengalaman tahun 1921-yakni dari keterlibatanya dalam Sarekat Islam-Soekarno sudah berupaya memadukan ketiga gagasan yang berkembang pada waktu itu, yakni nasionalisme, sosialisme dan Islam. Salah satu tulisan Soekarno yang bias diacu untuk menunjukan sikap pemikiran Soekarno yaitu tulisan yang berjudul “Nasionalisme, Islam dan Marxisme” pada trahun 1926 dan diterbitkan kembali pada tahun 1927 dalam Koran Suluh Indonesia Muda.[6] Soekarna dalam melihat perjuangan dalam melawan kolonialisme ada tiga karakter atau sifat yang muncul yaitu Nasionalis, Agamis dan Marxis. Soekarno mempelajari, mencari hubungan ketiga sifat itu, dan membuktikan bahwa tiga haluan tersebut didalam negeri jajahan tidak ada gunanya saling berseteru satu sama lain sehingga terjadi perpecahan. Ketiga haluan ini akan menjadi kuat dan menjadi gelombang yang besar ketika terjalin suatu persatuan antara Nasionalis, agama dan marxis. Soekarno yakin bahwa persatuanlah yang akan membawa bangsa Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaan.

Didalam tulisan “Nasionalisme, Islam dan Marxisme”, ditegaskan oleh soekarno, yang pertama-tama perlu disadari adalah bahwa alasan utam kenama kolonialis Eropa datang ke Asia bukanlah untuk menjalankan suatu kewajiban luhur tertentu. Mereka datang terutama “untuk mengisi perutnya yang keroncongan belaka”.[7] Artinya, pokok dari kolonialisme adalah ekonomi. Soekarno percaya, sebagai sistem yang motivasinya ekonomi, kolonialisme erat hubungannya dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola oleh sekelompok kecil pemilik modal yang tujuan pokoknya adalah mengakumulasikan keuntungan.  Dan istilah gegemaran Soekarno untuk menyebut kolonialisme yang memeras tenaga manusia dan kekayaan alam rakyat indonesia sebagai “exploitation de l’homme par l’homme” atau ekspoitasi manusia oleh manusia lain.[8]

Soekarno pun memberikan penjelasan untuk meyakinkan bahwa persatuan antara faham-faham yang berbeda dapat dilakukan:[9]

“…nasionalis yang bukan chauvinist, nasionalis sejati, nasionalismenya bukan tiruan dari nasionalisme barat, timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan”

“…pergerakan nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini,-ya di seluruh Asia-ada sama asalnya, dua-duanya berasal dari dari nafsu melawan “barat” atau lebih tegasnya melawan kapitalisme dan imperialisme “barat”…”

“…kaum Islam tidak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme tentang riwayat atas kebendaan (materialistische historie opvatting)… dan sebagai penunjuk jalan untuk menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi di muka bumi ini, adalah amanatberguna bagi mereka….”

“…meerwarde yang dimungsuhi Marxisme, dalam hakekatnya tidak lain daripada riba sepanjang faham islam…”

Kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tidak boleh tidak, pastilah menumbuhkan rasa nasaionalisme dihati sanubari kaum buruh Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing,…dan menumbuhkan sesuatu keinginan notionalemacht politiek dari rakyat itu sendiri…”

“…tidaklah kurang jalan ke arah persatuan. Kemauan, percaya akan ketulusan hati satu sama lain,…cukup kuatnya untuk melangkahi segala perbedaan keseganan di antara segala pihak dalam pergerakan kita ini…”

Bukti bahwa Soekarno  menginginkan persatuan dalam mengusir kolonialisme keluar dari wilayang Indonesia, yakni pada Kongres PPPKI akhir 1928, sokarno mengajak para tokoh pergerakan untuk bersatu melawan penjajah. Perlawan itu, menurutnya, merupakan “keniscayaan sejarah” yang merupakan produk dari Imperialisme maupun kapitalisme merupakan “penggali kubur mereka sendiri”.[10] Ia yakin bahwa suatu saat nanti akan terjadi perang besar di pasifik, di mana kekuatan-kekuatan imperialis dan kapitalis akan berupaya menghancurkan satu sama lain.[11] Secara terang terangan Soekarno menentang kolonial ketika dia mengibaratkan imperialisme sebagai “Nyai Blorong” alias ular naga. Kepalanya naga itu, menurutnya, berada di Asia dan sibuk menyerap kekayaan alam negara-negara terjajah. Sementara itu, tubuh dan ekor naga itu ada di Eropa, menikmati hasil serapan tersebut.[12]

Dalam kontek kondisi Indonesia masa itu masih kuatnya sistem feodal yang dipraktikan oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap rakyatnya sendiri. Dan Soekarno sangat menentang paham Elitisme, karena Elitisme akan mendorong sekelompok orang merasa lebih tinggi status sosial dan berdampak ingin dihormati, diagungkan sehingga bebas dalam praktik penindasan. Elitisme bisa menjadi pelanggeng kolonialisme dan sebagai penghambat proses demokratis masyarakat masyrakat modern yang merdeka.

Salah satu upaya terbesar Soekarno dalam rangka menentang elitisme dan meninggikan harkat rakyat kecil didalam proses perjuangan kemerdekaan adalah dengan gagasan Marhaenisme. Soekarno memberikan perhatian yang lebih besar kepada kaum miskin. Kaum Marhaen, sebagaimana kaum proletar dalam gagasan kalr marx, diharapkan menjadi komponen utama dalam revolusi melawan kolonialisme dan dalam menciptakan suatu masyarak baru yang lebih adil. Dalam perkembangannya, Soekarno mengatakan Mmarhaenisme akan berkembang dan menjadi “sosialisme Indonesia dalam praktik.[13]

Epistemologi pemikiran Soekarno

 

A. Hakikat Pemikiran Soekarno

Hakikat pemikan Soekarno adalah Tuntutan Budi Naluri Manusia (The Social conscience of man). Relita kondisi di masa itu rentan dengan aksi penindasan dan pemiskinan secara masal. Bahwa terciptanya susunan masyarakat yang adil, sejahtera, makmur yang zonder exploitation de l’homme par l’homme adalah tuntutan budi nurani manusia. Tuntutan untuk merdeka dari segala penindasan, ekspoitasi, dan penjajahan dan ini menjadi dasar dan tujuan cita-cita revolusi Indonesia.

 

B. Sumber-Sumber Pemikiran Soekarno

Berbicara pemikiran Soekarno tidak terlepas dari pemikiran Kalr Marx tentang Materialisme Dialiktika Historis . Soekarno mempelajari marxisme yang diterapkan  pada situasi di masyarakat Indonesia. Sebab menurut Soekarno masyarakat Indonesia mumpunyai kondisi-kondisinya sendiri yang berbeda dengan masyarakat Eropa pada umumnya. Kondisi masyarakat pada waktu itu masih sedikitnya kekuatan buruh atau yang disebut Mark “proletar”, maka Soekarno yang mengerti atas kondisi-kondisi tersebut menjadi Marhaenisme. Menurut Soekarno pengertian kaum Marhaen itu lebih luas daripada proletar, karena kaum Marhaen mencangkup tidak hanya kaum buruh, melainkan juga para petani dan setiap orang indonesia yang miskin.[14]

 

Dalam sambutan yang diberikan Soekarno dalam Ulang Tahun PNI yang ke 36 di Istora gelara Bung Karno pada tanggal 7 Juli 1963, menjelaskan seperti apa pemikiran Soekarno:

 

“…untuk memahami Marhaenisme ajaran saya itu, kita minimal, paling sedikit, harus menguasai dua pengetahuan, pertama pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan kedua pengetahuan tentang Marxisme. …memang saya sangat dipengaruhi oleh ajaran marxisme, malahan ajaran karl Marx tentang histories materialisme saya gemari dan saya setujui sepenuhnya, dan saya gunakan, ya …. Saya”toepassen”, saya “trapkan” kepada situasi di masyarakat Indonesia. Dan sebagai hasil daripada penggunaan atau ”toepassen” atau penerapan histories materialisme Karl Marx di masyarakat Indonesia dengan ia punya kondisi sendiri, dengan ia punya situasi sendiri, dengan ia punya sejarah sendiri, dengan ia punya kebudayaan sendiri, dan sebagainya laki itu, maka saya datang kepada ajaran Marhaenisme.

….Siapa yang secara minimal tidak menguasai dua hal, tak akan dapat memahami Marhaenisme ajaran saya, apalagi meyakini kebenaran Marhaenisme ajaran saya…”[15]

Sumber dari histories Indonesia Menurut pendapat Soekarno dalam bukunja “Mentjapai Indonesia Merdeka” (th. 1933), maka sumber-sebab daripada bentjana nasional itu ialah;

a.                               timbulja di Eropa-barat “commercial revolution” jang membawa pedagang² dan petualang² Eropa-Barat sampai di Tanah Air kita; dan

b.                              adanja pertentangan di Indonesia sendiri antara Feodalisme-Brahmaisme contra Feodalisme-Ke-Islaman, (Madjapahit contra demak; dan padjadjaran contra Banten) jang menjebabkan masjarakat Indonesia seakan-akan terderang oleh penjakit demam-nja transisi tersebut.

Dalam kontak antara pasang-naik bangsa Eropa-Barat dengan pasang-surut bangsa kita, maka terpelantinglah bangsa kita.

Kemudian datang zaman-pendjadjahan, dengan melalui beberapa babak :

a.                               Babak pertama berlaku mulai tahun 1902 sampai 1800, dalam mana modal-dagang monopoli VOC meradjalela, dan menghantjurkan satu-per-satu pusat² perdagangan bangsa kita di-pesisir²laut seperti di Djakarta, Banten, Tuban, Gresik, Atjeh, Makasar, Ambon, Ternate, Tidore, Kutri, Djailolo dan sebagainja. Hantjurlah “top-dan middenstand” perdagangan kita!

b.                              Babak kedua berlaku mulai tahun 1800 sampai lk. 1850 dimana Pemerintah Belanda mengganti modal VOC, dengan mendjadikan seluruh masjakarakat kita ibarat sebagai onderneming-pertanian raksasa, jang dengan paksaan cultuur-stelsel diharuskan menghasilkan kopi, the, kina dan lain² hasil bumi jang menguntungkan Eropa; sambil satu-per-satu menghantjurkan kekuasa-Sultan² kita jang ada dipedalaman dan kedudukan petani² kita jang pada waktu itu masih merupakan suatu kelas jang kuat dan mampu. Hantjurlah “top- danmiddenstand” agrarian kita!

c.                               Babak ketiga berlaku sedjak tahun 1870, waktu modal partikelir Belanda, terutama jang bersifat modal industrial dan finanz-kapital, ikut mengambil bagian dalam meng-exploitir Indonesia. Babak ini adalah zamannja Imperialisme Modern, jamg sifatnja internasional dan berdjalan djauh masuk ke-abad-20.

 

Akibat dari semua ini jalah:

a.                               Kita kehilangan kemerdekaan politik.

b.                              Kita kehilangan kemerdekaan ekonomi.

c.                               Kita mengalami kerusakan dalam sendi² masjarakat kita sendiri.[16]

 

Dari sini kemudian dicari penyebab penindasan dan kemiskinan masal tersebut dengan menggunakan pisau analisis historis materialisme. Dalam analisisnya Sukarno menyatakan bahwa feodalisme, kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme-lah  yang menyebabkan penindasan dan kemiskinan masal tersebut.

 

C. Metode Pemikiran Dan Perjuangan Soekarno

 

a. Metode Pemikiran Soekarno

Dengan Historis Materialisme sebagai pisau analisis, Soekarno melihat, mencermati dan menganalisis keadaan yang dihadapi secara dialektis. Maka dengan demikian Soekarno mampu meruntut sejarah perkembangan masyarakat yang berkembang  secara dialektis, serta dapat memilah mana yang merupakan kontradiksi pokok dan tidak pokok, mana yang antagonis dan melacak mutasi kontadiksinya. Dalam hal mana kontadiksi pokok dan tidak pokok pada waktu itu adalah kontadiksi antara rakyat yang dimiskinkan dengan kolonial sebagai penjajah. Sedang antagonisme adalah kontradiksi dalam pengertian bahwa penyelesaian antara yang saling bermusuhan adalah mengandung cara yang saling menghancurkan dengan kekerasan sebagai jalan penyelesaian permusuhan. Tanpa penghancuran atau kekerasan, ia tak akan menyelesaikan masalah, maka di ambillah jalan revolusi. Dalam kontek tersebut Soekarno menyebutkan bahwa revolusi adalah membongkar dan membangun. Jika membongkar tanpa membangun adalah suatu anarki, sedang membangun tanpa membongkar adalah tambal sulam atau reformasi.[17] Serta mengetahui adanya mutasi kontradiksinya yaitu polik adu domba yang dilakukan oleh kolonialisme dalam memecah persatuan. Sehingga mengenali dengan baik tesis-antitesis sehingga menentukan sintetinya. Tuntutan budi nurani sebagai tesis dan kolonialisme/imperialisme sebagai antitesis sehingga memunculkan revolusi sebagai sintetis.

Dengan pola dialektis demikian, Soekarno mampu merumuskan, mengariskan dan mencetuskan pikiran-pikiran visioner, jauh kedepan, bahkan sering melampaui jamannya, seperti ketika Soekarno meramalkan Indonesia, akan merdeka pada saat terjadinya perang Pasifik, maupun akan terjadinya perubahan cara kolonialisme/imperialisme dalam memenuhi kepentingan sehingga menjadi bentuk yang disebutnya neo kolonisme/ imperialisme (neokolim) seperti yang terjadi pada dewasa ini.[18]

 

b. Metode Perjuangan Soekarno

Setelah mengetahui hakikat pemikiran dan sumber pemikiran Soekarno maka dapat dilacak mengenai metode perjuangan Soekarno dalam menegasikan kolonialisme dan imperialisme. Dengan pencarian bahwa tuntutan budi manusia adalah paling fundamental dan bukan alenasi dalam konsep Marx, serta dalam memahami kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk Soekarno menolak kontradiksi antar proletar dengan kapitalisme akan tetapi kontradiksi antara kaum marhaen (kaum yang dimelaratkan oleh kolonialisme/imperialisme dan feodalisme) dengan Kolonialisme/imperialisme. Sehingga dalam menentukan metode perjuangan Soekarno menolak pandangan perjuangan kelas akan tetapi persatuan antara kekuatan-kekuatan revolusioner dalam menghancurkan kolonialisme dan imperialisme.

 

Dalam perjuangan  menegasikan kolonialisme, imperialisme maka Soekarno mengusulkan suatu azas perjuangan yang non-kooperasi, machtvorming dan massa aksi. Ketiga azas itu saling berkesinambungan, karena kemerdekaan tidak didapat dengan melakukan kerjasama dengan pemerintah kolonial yang serakah. Machtvorming (kekuatan, pen.), karena pemerintah kolonial tidak akan memberikan machrvorming untuk melawan, serta dengan massa aksi sebagai wujud machrvorming melawan kolonialisme. Sehinga puncaknya Indonesia dapat mengusir kolonialisme pada tangal 17 agustus 1945 dengan pengorbanan harta, benda, darah dan jiwa yang berlangsung selama berabad-abad lamanya. Proklamasi kemerdekaan Indonesi yang diwakili Soekarno-Hatta bukanlah hadiah pemberian hadiah dari kolonialis melainkan suatu revolusi dengan kekuatan nasional. Revolusi Indonesia merupakan sebagian saja daripada  revolusi kemanusian sebagai tuntutan budi nurani (Social conscience of man) yaitu tuntutan untuk merdeka dari segala penindasan, ekspoitasi, dan penjajahan.

 

Periodisasi (pembabagan) daripada Revolusi Indonesia adalah:[19]

1). Tahun 1945 – 1950 : tingkatan physikal revolution (revolusi physik)

Dalam tingkatan ini revolusi yang sudah diraih dengan kekuatan nasional dalam melawan kolonialisme dan impoerialisme harus dipertahankan.   

2). Tahun 1950 – 1955 : tingkat survival, artinya tetap hidup.

Lima tahun phsykal revolution tidak membuat semangat dan jiwa revolusi luntur dan tetap berdiri tegak. Pada periode ini juga melukan perbaikan-perbaikan dan tertebuslah segala penderitaan yang dialami dalam revolusi phisik.

3). Tahun 1955 – dan seterusnya: memasuki satu periode baru, yaitu periode revolusi tingkat Sosial-Ekonomi untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur.

 

Soekarno menjelaskan hakikat revolusi dalam pidatonya “Djalannja Revolusi Kita (Djarek) adalah perombakan, penjebolan, penghancuran, pembasmian dari semua apa yang kita tidak sukai, dan membangun segala apa yang kita sukai. Revolusi adalah perang melawan keadaan yang tua untuk melahirkan yang muda dan revolusi Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan daripada revolusi dunia, karena tiga perempat dari umat manusia di muka bumi ini berada dalam kondisi mengalami revolusi. Berbicara tahap revolusi dan tujaunnya ada dua macam tahap revolusi yaitu: pertama, tahap mencapai Indonesia merdeka penuh, bersih dari imperialisme dan yang demokratis serta bersih dari sisa-sisa feodalisme. Tahap ini masih harus diselesaikan dan disempurnakan. Kedua, tahap mencapai Indonesia ber-Sosialisme Indonesia, bersih dari kapitalisme dan dari expoitation de l’homme par l’homme. Tahap ini bisa dilaksanakan dengan sempurna setelah tahap pertama sudah diselesaikan seluruhnya.[20]

 



[1] Audrey R. Kahim dan George McT. Kahim, Subversi sebagai Politik Luar Negeri, alih bahasa Dr. R.Z. Leirissa, cet. 1 (Jakarta: PT Pustaka Grafiti, 1997), hlm. 23.

[2] M. Dawan Raharjo (ed.), Kapitalisme Dulu Dan Sekarang, cet. 1 (jakarta: LP3ES,  1987), hlm. Vii.

[3] Imam Soedjono, yang berlawan, cet. 1 (Yogyakarta: Resist Book, 2006), hlm. 18.

[4] Semaoen, Penuntun Kaum Buruh, cet. 1 (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2000), hlm. 85-86.

[5] Roeslan Abdulgani, Dihadapan Tunas Bangsa: “pidato didepan kongres ke-II Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tanggal 23 Desember 1963), dengan tema Menggali Ajaran Islam Untuk Sosialisme Indonesia”, (Jakarta: Prapantja)hlm. 381.

[6] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 37 .

 

[7] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 38 .

[8] Ibid., hlm. 39

[9] Wuryadi dkk., Perspektif Pemikiran Bung Karno, cet. 1 (Jakarta: Lembaga Putra Fajar, 2004), hlm. 8.

[10] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 39 .

[11] Ibid., hlm. 39.

[12] Ibid., hlm. 39.

[13] Ibid., hlm. 44.

[14] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 38 .

 

[15] Ibid. Hlm. 35-36.

[16] Roeslan Abdulgani, Dihadapan Tunas Bangsa; Tjeramah Dr. H. Roeslan Abdulgani dimuka senat Mahasiswa Fakultas Hukum dan pengetahuan Masjarakat Djakarta, di Aula Universitas Indonesia Djl. Salemba 4, Djakarta, 16 oktober 1958, (Djakarta: Prapantja). Hlm. 22-23.

[17] Wuryadi dkk., Perspektif Pemikiran Bung Karno, cet. 1 (Jakarta: Lembaga Putra Fajar, 2004), hlm. Xiii.

[18] Ibid. Hlm. xiii

[19] S. Surjo Untoro, Tanya Jawab Indoktrinisasi dan Sosialisme Indonesia, (Surabaya: marifah, 1961), hlm. 33.

 

[20] Penetapan tujuh bahan-bahan pokok indoktrinasi, (Bandund: cv. Dua-R), hal.61-62.

 

BURUH KORBAN LMF

PERBUDAKAN MANUSIA MODEL BARU

azmirever[1]

 

 

(Pemuda, Mahasiswa Tunduk

Pada Kepemimpinan Kaum Buruh

Dan Kaum Buruh Sedunia Bersatulah)

 

“Negara Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila”

            Adalah nafas jiwa dari pembukaan UUD 1945, yang menegaskan Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan rakyat indonesia.

            Salah satu untuk mensejahterakan rakyat Negara memberikan hak seluas-luasnya terhadap hak pekerjaan yang layak, seperti yang diamanatkan pada pasal 27(2) UUD 1945 yang menyatakan: “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “.

            Akan tetapi, nasib yang naas yang selalu diterima oleh kaum buruh/ pekerja indonesia. Kaum Buruh/ pekerja sampai hari ini masih sangat sulit untuk memperoleh hak-haknya yang telah diamanatkan melalui kitab keramat UUD 1945 dan Negara semakin hari, semakin melupakan kewajiban-kewajibannya terhadap kaum buruh/ pekerja.

            Hal ini membuktikan bahwa Negara tidak pernah berpihak terhadap kepentingan kaum buruh/ pekerja, melainkan Negara dijadikan alat penindas oleh imperialis. Buruh/ pekerja dijadikan budak oleh pemilik modal yang dilegalkan oleh Negara dengan dibukanya Investasi yang diatur dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing yang sekarang menjelma menjadi Undang-undang Penanaman Modal no. 25 th. 2007.

            Investasi adalah suatu yang berkaitan erat dengan proses akumulasi dari bentuk aktiva atau sederhananya adalah bentuk penanaman modal dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar. Ketika investor melakukan investasi di sektor perindustrian, maka yang akan dirugikan adalah kaum buruh/ pekerja, sebab investor pasti akan melakukuan apasaja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. salah satunya adalah mendesak pemerintah untuk membuat LMF Labor Market Flexibility (manajemen pasar tenaga kerja yang lentur). Dan untuk merealisasikannya maka pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan aturan perburuhan/ ketenagakerjaan yaitu UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Karena pemerintah adalan kepanjangan tangan dari imperialis maka Inpres no. 3 Tahun 2006, tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi pun dikeluarkan untuk merevisi UUK no. 13 tahun 2003. yang inti dari revisi tersebut adalah penghilangan hak-hak buruh, seperti hilangnya jaminan kesejahteraan, jaminan keselamatan, jaminan kesehatan, jaminan hukum dan legalnya intimidasi terhadap buruh.   

Adanya LMF kekuasaan Negara beralih menjadi kekuasan pasar., maka yang di untungkan disini adalah para pemilik modal dan para buruh/ pekerja akan dirugikan. Penumpukan modal oleh kapitalis terus menggelembung dengan adanya LMF, itu terbukti dengan adanya aturan status buruh magang dan buruh kontrak. Buruh magang adalah buruh yang dipekerjakan atas dasar logika kapitalis untuk mengakumulasi modal tanpa harus memenuhi hak-hak buruh magang. Dan biasanya buruh magang diberlakukan ketika ia pertama kali masuk perusahaan, dengan dalih untuk mengukur loyalitas, etos kerja dan prestasi kerja maka di adakan aturan pelatihan atau trenning selama 3 bulan. Buruh magang akan mudah sekali di pecat oleh perusahaan ketika melakukan kesalahan tanpa uang pesangon dan jika dirasa menguntungkan perusahaan maka buruh magang akan dijadikan buruh kontrak. Kemudian buruh kontrak adalah buruh yang masa kerjanya dikontrak oleh satu perusahaan melalui perjanjian, biasanya buruh dikontrak selama 3 bulan, dan lagi-lagi akan dilihat oleh kapitalis ketika tenaganya tidak lagi dibutuhkan maka akan dipecat dan jika tenaganya masih dibutuhkan akan diperpanjang kontaknya. Melihat hal tersebut ada kelemahan dalam model kerjanya, yaitu berbicara waktu kerja sangat singkat dan bentuk kerjanya sangat padat serta ketakutan buruh kontak untuk berserikat karena takut akan dipecat. Oleh karena itu, sistem LMF adalah bentuk perbudakan baru oleh perusahaan (kapitalis), penghancuran dan pemandulkan serikat-serikat buruh, menekan upah dan menghapusan jaminan sosial serta intimidasi kepada buruh.

Siapakah yang bertanggungjawab atas perbudakan tersebut? Negaralah yang seharus bertanggungjawab!!!,  karena tidak dapat melindungi dan mensejahterakan serta memberikan pekerjaan yang layak bagi buruh. Negaralah yang mengeluarkan peraturan-peraturan perburuhan yang tidak manusiawi sehingga penindasan dilegalkan dinegeri ini.

Kenapa Negara mau menindas rakyatnya sendiri? Karena Negara adalah sebuah alat kekuasaan yang hari ini disetir oleh para pemilik modal (kapitalis) atau imperialis (orang yang melakukan penjajahah lewat modal). Sehingga para pemilik modalah otak dari segala penindasan yang terjadi di negeri ini.

Adapun elit-elit politik burjuasi terkooptasi dengan kepentingan modal, sehingga tingkah laku dan budayanya adalah membiarkan buruh dan rakyat tertindas. Jelas hari ini elit-elit politik burjuasi tidak pernah berpihak dan memang seharusnya kita tinggalkan.

Bagaimana solusinya untuk menentang dominasi imperialisme (modal internasional)? Solusinya adalah pengorganisiran, pembangunan dan penguatan serikat-serikat buruh, karena buruh lah yang mempunyai kekuatan nyata untuk dapat merebut alat-alat produksi dan melawan imperiaslisme (paham/ sistem penjajahan melalui modal) serta buruhlah yang mampu memciptakan masyarakat yang setara dan bersaudara tanpa penindasan.



[1] Anggota Komite Pimpinan Cabang  Yogyakarta, Serikat Mahasiswa Indonesia

Make a Free Website with Yola.