SOSIALISME
INDONESIA
Telaah
Pemikiran Soekarno
Pendahuluan
Menjelang perang dunia II, Hindia-Belanda –
rintisan sebuah negara yang sejak 1949 dikenal dengan nama Indonesia – mungkin
merupakan daerah jajahan yang paling kaya di dunia. Setidaknya, kedudukan
Indonesia berada sedikit di bawah India dalam hal kekayaan yang diberikan
kepada penjajah, tetapi jelas lebih penting bagi Belanda dibandingkan India
bagi Inggris. Kekuasaan belanda di wilayah kepulauan yang lus ini, sekalipun
berawal dari penguasaan kecil-kecilan di Jawa sejak 1619, baru selesai setelah
Aceh (di utara Sumatra) dan Bali berhasil ditaklukan pada 1909 dan dampaknya
beraneka-ragam sekali. Namun, pulau Jawa yang subur, dengan jumlah penduduk
sebanyak dua pertiga dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada, dan sebagaian
Sumatra dan Sulawesi (sebelumnya Celebes) – yang kaya akan karet, minyak, timah
dan kopra – kekuasaan Belanda, yang sejak pertengahan abad ke-19, sangat
insetif.[1]
Kesadaran untuk merdeka dari ekspoitasi
kolonialisme, diawali abad XX dengan bangkitnya nasionalisme. Dalam
perkembangannya gerakan kemerdekaan nasional Indonesia terkait erat dengan
penyenaran dan perkembangan dari sosialisme. Di waktu itu, hampir semua aliran,
termasuk nasionalis maupun agama, mengajukan sosialisme sebagai cita-cita
tentang keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Salah satu Soekarno
yang mencita-citakan Sosialisme Indonesia yang bertolak dari kritik atas
kapitalisme Eropa Barat, dalam hal ini adalah belanda, yang di Indonesia
diwujudkan dalam bentuk kolonialisme. Kritik itu sudah mulai sejak masuknya
pengaruh faham sosialisme yang pada dasawarsa pertama abad XX dibawa oleh
Sneevliet ke dalam gerakan rakyat, Sarekat Islam (SI), yang secara nyaring
diartikulasikan oleh H.O.S. Tjokroaminoto dan haji Agus Salim dalam versi
Sosialisme Islam sebagai konsep alternatif.[2]
Semaoen berpengaruh besar dalam gerakan buruh
pada awal tahun duapuluhan abad ke XX, ia menjadi anggota organisasi Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV)
yang didirikan oleh Henk Sneefliet di Semarang.[3]
ISDV tidak hanya mengurusi kepentingan buruh Eropa, tetapi juga kepentingan
kaum buruh Hindia. Benih-benih sosialisme ternyata juga mulai tumbuh
dalah tubuh SI. Organisasi ISDV bergerak cepat dengan strategi mereka untuk
merekrut massa dari SI. Pengaruhnya yang
kuat ternyata mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda, sebab pada saat yang
sama, pemogokan-pemogokan buruh
bertambah kuat dan meluas. Semaun, Darsono dan Alimin, adalah pimpinan-pimpinan SI
Semarang yang berhasil direkrut oleh Sneevliet. Mereka punya kesamaan pandangan, prinsip-prinsip ideologi
radikal dengan ISDV. Semaoen didalm bukunya yang berjudul Penuntun Kaum Buruh: “Bahwa
kelas rakyat jelata dan kaum buruh harus berusaha agar alat-alat, modal,
pabrik, mesin, tanah, dan sebagainya itu jatuhke tangan pemerintah yang
bersemangat kerakyatan, yang dipilih oleh dan dari rakyat, agar semua
perusahaan dan perdangan dapat diurus oleh pemerintah. Usaha-usaha ini
dinamakan sosialisme atau komunisme.”[4]
H.O.S. Tjokroaminoto pada tahun 1924 membela
sosialisme antara lain dengan risalahnya Islam dan Sosialisme.
Pembelaannya atas sosialisme didasari oleh pandangan bahwa Islam dengan ajaran anti-riba
pada dasarnya adalah anti-kapitalisme. Perintah Tuhan untuk berbuat
kedermawanan, kebajikan dan bermusyawarah kepada dan dengan sesama manusia
adalah perintah Tuhan untuk sosialisme dan demokrasi. Negara-negara Islam yang
dipimpin oleh Nabi dan empat sahabatnya berturut-turut, yaitu Sayidina
Abubakar, Sayidina Umar, Sayidina Usman dan Sayidina Ali yang dikenal dengan
sebutan khulafaur rasyidin pada dasarnya berisikan masyarakat sosialis
yang sesuai dengan ajaran Islam. Akhirnya kemelaratan rakyat Indonesia ini
disebabkan oleh kolonialisme dan kapitalisme.[5]
Bertolak dari pengalaman tahun
1921-yakni dari keterlibatanya dalam Sarekat Islam-Soekarno sudah berupaya
memadukan ketiga gagasan yang berkembang pada waktu itu, yakni nasionalisme,
sosialisme dan Islam. Salah satu tulisan Soekarno yang bias diacu untuk
menunjukan sikap pemikiran Soekarno yaitu tulisan yang berjudul “Nasionalisme,
Islam dan Marxisme” pada trahun 1926 dan diterbitkan kembali pada tahun 1927
dalam Koran Suluh Indonesia Muda.[6] Soekarna dalam melihat perjuangan dalam melawan
kolonialisme ada tiga karakter atau sifat yang muncul yaitu Nasionalis, Agamis
dan Marxis. Soekarno mempelajari, mencari hubungan ketiga sifat itu, dan membuktikan
bahwa tiga haluan tersebut didalam negeri jajahan tidak ada gunanya saling
berseteru satu sama lain sehingga terjadi perpecahan. Ketiga haluan ini akan
menjadi kuat dan menjadi gelombang yang besar ketika terjalin suatu persatuan
antara Nasionalis, agama dan marxis. Soekarno yakin bahwa persatuanlah yang
akan membawa bangsa Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaan.
Didalam tulisan “Nasionalisme, Islam dan
Marxisme”, ditegaskan oleh soekarno, yang pertama-tama perlu disadari adalah
bahwa alasan utam kenama kolonialis Eropa datang ke Asia bukanlah untuk
menjalankan suatu kewajiban luhur tertentu. Mereka datang terutama “untuk
mengisi perutnya yang keroncongan belaka”.[7]
Artinya, pokok dari kolonialisme adalah ekonomi. Soekarno percaya, sebagai sistem
yang motivasinya ekonomi, kolonialisme erat hubungannya dengan kapitalisme,
yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola oleh sekelompok kecil pemilik modal
yang tujuan pokoknya adalah mengakumulasikan keuntungan. Dan istilah gegemaran Soekarno untuk menyebut
kolonialisme yang memeras tenaga manusia dan kekayaan alam rakyat indonesia
sebagai “exploitation de l’homme par l’homme” atau ekspoitasi manusia
oleh manusia lain.[8]
Soekarno pun memberikan penjelasan untuk
meyakinkan bahwa persatuan antara faham-faham yang berbeda dapat dilakukan:[9]
“…nasionalis yang bukan chauvinist, nasionalis sejati,
nasionalismenya bukan tiruan dari nasionalisme barat, timbul dari rasa cinta
akan manusia dan kemanusiaan”
“…pergerakan nasionalisme dan Islamisme di Indonesia
ini,-ya di seluruh Asia-ada sama asalnya, dua-duanya berasal dari dari nafsu
melawan “barat” atau lebih tegasnya melawan kapitalisme dan imperialisme
“barat”…”
“…kaum Islam tidak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme
tentang riwayat atas kebendaan (materialistische historie opvatting)…
dan sebagai penunjuk jalan untuk menerangkan kejadian-kejadian yang telah
terjadi di muka bumi ini, adalah amanatberguna bagi mereka….”
“…meerwarde yang dimungsuhi Marxisme, dalam
hakekatnya tidak lain daripada riba sepanjang faham islam…”
Kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tidak
boleh tidak, pastilah menumbuhkan rasa nasaionalisme dihati sanubari kaum buruh
Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing,…dan
menumbuhkan sesuatu keinginan notionalemacht politiek dari rakyat itu sendiri…”
“…tidaklah kurang jalan ke arah persatuan. Kemauan,
percaya akan ketulusan hati satu sama lain,…cukup kuatnya untuk melangkahi
segala perbedaan keseganan di antara segala pihak dalam pergerakan kita ini…”
Bukti bahwa Soekarno menginginkan persatuan dalam mengusir
kolonialisme keluar dari wilayang Indonesia, yakni pada Kongres PPPKI akhir
1928, sokarno mengajak para tokoh pergerakan untuk bersatu melawan penjajah.
Perlawan itu, menurutnya, merupakan “keniscayaan sejarah” yang merupakan produk
dari Imperialisme maupun kapitalisme merupakan “penggali kubur mereka sendiri”.[10]
Ia yakin bahwa suatu saat nanti akan terjadi perang besar di pasifik, di mana
kekuatan-kekuatan imperialis dan kapitalis akan berupaya menghancurkan satu
sama lain.[11] Secara terang terangan
Soekarno menentang kolonial ketika dia mengibaratkan imperialisme sebagai “Nyai
Blorong” alias ular naga. Kepalanya naga itu, menurutnya, berada di Asia dan
sibuk menyerap kekayaan alam negara-negara terjajah. Sementara itu, tubuh dan
ekor naga itu ada di Eropa, menikmati hasil serapan tersebut.[12]
Dalam kontek kondisi Indonesia masa itu masih
kuatnya sistem feodal yang dipraktikan oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap
rakyatnya sendiri. Dan Soekarno sangat menentang paham Elitisme, karena
Elitisme akan mendorong sekelompok orang merasa lebih tinggi status sosial dan
berdampak ingin dihormati, diagungkan sehingga bebas dalam praktik penindasan.
Elitisme bisa menjadi pelanggeng kolonialisme dan sebagai penghambat proses
demokratis masyarakat masyrakat modern yang merdeka.
Salah satu upaya terbesar Soekarno dalam rangka menentang elitisme dan
meninggikan harkat rakyat kecil didalam proses perjuangan kemerdekaan adalah
dengan gagasan Marhaenisme. Soekarno memberikan perhatian yang lebih besar kepada
kaum miskin. Kaum Marhaen, sebagaimana kaum proletar dalam gagasan kalr marx,
diharapkan menjadi komponen utama dalam revolusi melawan kolonialisme dan dalam
menciptakan suatu masyarak baru yang lebih adil. Dalam perkembangannya,
Soekarno mengatakan Mmarhaenisme akan berkembang dan menjadi “sosialisme
Indonesia dalam praktik.[13]
Epistemologi pemikiran Soekarno
A. Hakikat Pemikiran Soekarno
Hakikat pemikan Soekarno adalah Tuntutan Budi
Naluri Manusia (The Social conscience of man). Relita kondisi di masa itu
rentan dengan aksi penindasan dan pemiskinan secara masal. Bahwa terciptanya susunan masyarakat yang adil, sejahtera, makmur
yang zonder exploitation de l’homme par l’homme adalah tuntutan budi
nurani manusia. Tuntutan untuk merdeka dari segala penindasan, ekspoitasi, dan
penjajahan dan ini menjadi dasar dan tujuan cita-cita revolusi Indonesia.
B. Sumber-Sumber Pemikiran Soekarno
Berbicara pemikiran Soekarno tidak terlepas dari
pemikiran Kalr Marx tentang Materialisme Dialiktika Historis . Soekarno
mempelajari marxisme yang diterapkan
pada situasi di masyarakat Indonesia. Sebab menurut Soekarno masyarakat
Indonesia mumpunyai kondisi-kondisinya sendiri yang berbeda dengan masyarakat
Eropa pada umumnya. Kondisi masyarakat pada waktu itu masih sedikitnya kekuatan
buruh atau yang disebut Mark “proletar”, maka Soekarno yang mengerti atas
kondisi-kondisi tersebut menjadi Marhaenisme. Menurut Soekarno pengertian kaum
Marhaen itu lebih luas daripada proletar, karena kaum Marhaen mencangkup tidak
hanya kaum buruh, melainkan juga para petani dan setiap orang indonesia yang
miskin.[14]
Dalam sambutan yang diberikan Soekarno dalam Ulang
Tahun PNI yang ke 36 di Istora gelara Bung Karno pada tanggal 7 Juli 1963,
menjelaskan seperti apa pemikiran Soekarno:
“…untuk memahami Marhaenisme ajaran saya itu, kita minimal, paling sedikit, harus menguasai dua pengetahuan, pertama pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan kedua pengetahuan tentang Marxisme. …memang saya sangat dipengaruhi oleh ajaran marxisme, malahan ajaran karl Marx tentang histories materialisme saya gemari dan saya setujui sepenuhnya, dan saya gunakan, ya …. Saya”toepassen”, saya “trapkan” kepada situasi di masyarakat Indonesia. Dan sebagai hasil daripada penggunaan atau ”toepassen” atau penerapan histories materialisme Karl Marx di masyarakat Indonesia dengan ia punya kondisi sendiri, dengan ia punya situasi sendiri, dengan ia punya sejarah sendiri, dengan ia punya kebudayaan sendiri, dan sebagainya laki itu, maka saya datang kepada ajaran Marhaenisme.
….Siapa yang secara minimal tidak menguasai dua hal, tak akan dapat memahami Marhaenisme ajaran saya, apalagi meyakini kebenaran Marhaenisme ajaran saya…”[15]
Sumber dari histories Indonesia Menurut pendapat Soekarno dalam bukunja “Mentjapai Indonesia Merdeka” (th. 1933), maka sumber-sebab daripada bentjana nasional itu ialah;
a. timbulja di Eropa-barat “commercial revolution” jang membawa pedagang² dan petualang² Eropa-Barat sampai di Tanah Air kita; dan
b. adanja pertentangan di Indonesia sendiri antara Feodalisme-Brahmaisme contra Feodalisme-Ke-Islaman, (Madjapahit contra demak; dan padjadjaran contra Banten) jang menjebabkan masjarakat Indonesia seakan-akan terderang oleh penjakit demam-nja transisi tersebut.
Dalam kontak antara pasang-naik bangsa Eropa-Barat dengan pasang-surut bangsa kita, maka terpelantinglah bangsa kita.
Kemudian datang zaman-pendjadjahan, dengan melalui beberapa babak :
a. Babak pertama berlaku mulai tahun 1902 sampai 1800, dalam mana modal-dagang monopoli VOC meradjalela, dan menghantjurkan satu-per-satu pusat² perdagangan bangsa kita di-pesisir²laut seperti di Djakarta, Banten, Tuban, Gresik, Atjeh, Makasar, Ambon, Ternate, Tidore, Kutri, Djailolo dan sebagainja. Hantjurlah “top-dan middenstand” perdagangan kita!
b. Babak kedua berlaku mulai tahun 1800 sampai lk. 1850 dimana Pemerintah Belanda mengganti modal VOC, dengan mendjadikan seluruh masjakarakat kita ibarat sebagai onderneming-pertanian raksasa, jang dengan paksaan cultuur-stelsel diharuskan menghasilkan kopi, the, kina dan lain² hasil bumi jang menguntungkan Eropa; sambil satu-per-satu menghantjurkan kekuasa-Sultan² kita jang ada dipedalaman dan kedudukan petani² kita jang pada waktu itu masih merupakan suatu kelas jang kuat dan mampu. Hantjurlah “top- danmiddenstand” agrarian kita!
c. Babak ketiga berlaku sedjak tahun 1870, waktu modal partikelir Belanda, terutama jang bersifat modal industrial dan finanz-kapital, ikut mengambil bagian dalam meng-exploitir Indonesia. Babak ini adalah zamannja Imperialisme Modern, jamg sifatnja internasional dan berdjalan djauh masuk ke-abad-20.
Akibat dari semua ini jalah:
a. Kita kehilangan kemerdekaan politik.
b. Kita kehilangan kemerdekaan ekonomi.
c.
Kita mengalami kerusakan dalam
sendi² masjarakat kita sendiri.[16]
Dari sini
kemudian dicari penyebab penindasan dan kemiskinan masal tersebut dengan
menggunakan pisau analisis historis materialisme. Dalam analisisnya Sukarno
menyatakan bahwa feodalisme, kolonialisme, kapitalisme dan
imperialisme-lah yang menyebabkan
penindasan dan kemiskinan masal tersebut.
C. Metode Pemikiran Dan Perjuangan Soekarno
a. Metode Pemikiran Soekarno
Dengan Historis Materialisme sebagai pisau analisis, Soekarno melihat, mencermati dan menganalisis keadaan yang dihadapi secara dialektis. Maka dengan demikian Soekarno mampu meruntut sejarah perkembangan masyarakat yang berkembang secara dialektis, serta dapat memilah mana yang merupakan kontradiksi pokok dan tidak pokok, mana yang antagonis dan melacak mutasi kontadiksinya. Dalam hal mana kontadiksi pokok dan tidak pokok pada waktu itu adalah kontadiksi antara rakyat yang dimiskinkan dengan kolonial sebagai penjajah. Sedang antagonisme adalah kontradiksi dalam pengertian bahwa penyelesaian antara yang saling bermusuhan adalah mengandung cara yang saling menghancurkan dengan kekerasan sebagai jalan penyelesaian permusuhan. Tanpa penghancuran atau kekerasan, ia tak akan menyelesaikan masalah, maka di ambillah jalan revolusi. Dalam kontek tersebut Soekarno menyebutkan bahwa revolusi adalah membongkar dan membangun. Jika membongkar tanpa membangun adalah suatu anarki, sedang membangun tanpa membongkar adalah tambal sulam atau reformasi.[17] Serta mengetahui adanya mutasi kontradiksinya yaitu polik adu domba yang dilakukan oleh kolonialisme dalam memecah persatuan. Sehingga mengenali dengan baik tesis-antitesis sehingga menentukan sintetinya. Tuntutan budi nurani sebagai tesis dan kolonialisme/imperialisme sebagai antitesis sehingga memunculkan revolusi sebagai sintetis.
Dengan pola dialektis demikian, Soekarno mampu merumuskan, mengariskan dan mencetuskan pikiran-pikiran visioner, jauh kedepan, bahkan sering melampaui jamannya, seperti ketika Soekarno meramalkan Indonesia, akan merdeka pada saat terjadinya perang Pasifik, maupun akan terjadinya perubahan cara kolonialisme/imperialisme dalam memenuhi kepentingan sehingga menjadi bentuk yang disebutnya neo kolonisme/ imperialisme (neokolim) seperti yang terjadi pada dewasa ini.[18]
b. Metode
Perjuangan Soekarno
Setelah mengetahui hakikat pemikiran dan sumber pemikiran Soekarno maka dapat dilacak mengenai metode perjuangan Soekarno dalam menegasikan kolonialisme dan imperialisme. Dengan pencarian bahwa tuntutan budi manusia adalah paling fundamental dan bukan alenasi dalam konsep Marx, serta dalam memahami kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk Soekarno menolak kontradiksi antar proletar dengan kapitalisme akan tetapi kontradiksi antara kaum marhaen (kaum yang dimelaratkan oleh kolonialisme/imperialisme dan feodalisme) dengan Kolonialisme/imperialisme. Sehingga dalam menentukan metode perjuangan Soekarno menolak pandangan perjuangan kelas akan tetapi persatuan antara kekuatan-kekuatan revolusioner dalam menghancurkan kolonialisme dan imperialisme.
Dalam perjuangan menegasikan
kolonialisme, imperialisme maka Soekarno mengusulkan suatu azas perjuangan yang
non-kooperasi, machtvorming dan massa aksi. Ketiga azas itu saling
berkesinambungan, karena kemerdekaan tidak didapat dengan melakukan kerjasama
dengan pemerintah kolonial yang serakah. Machtvorming (kekuatan, pen.), karena
pemerintah kolonial tidak akan memberikan machrvorming untuk melawan, serta
dengan massa aksi sebagai wujud machrvorming melawan kolonialisme. Sehinga
puncaknya Indonesia dapat mengusir kolonialisme pada tangal 17 agustus 1945
dengan pengorbanan harta, benda, darah dan jiwa yang berlangsung selama
berabad-abad lamanya. Proklamasi kemerdekaan Indonesi yang diwakili
Soekarno-Hatta bukanlah hadiah pemberian hadiah dari kolonialis melainkan suatu
revolusi dengan kekuatan nasional. Revolusi Indonesia merupakan sebagian saja
daripada revolusi kemanusian sebagai
tuntutan budi nurani (Social conscience of man) yaitu tuntutan untuk merdeka
dari segala penindasan, ekspoitasi, dan penjajahan.
Periodisasi (pembabagan) daripada Revolusi Indonesia adalah:[19]
1). Tahun 1945 – 1950 : tingkatan physikal revolution (revolusi physik)
Dalam tingkatan ini revolusi yang sudah diraih dengan kekuatan nasional
dalam melawan kolonialisme dan impoerialisme harus dipertahankan.
2). Tahun 1950 – 1955 : tingkat survival, artinya tetap hidup.
Lima tahun phsykal revolution tidak membuat semangat dan jiwa revolusi
luntur dan tetap berdiri tegak. Pada periode ini juga melukan perbaikan-perbaikan
dan tertebuslah segala penderitaan yang dialami dalam revolusi phisik.
3). Tahun 1955 – dan seterusnya: memasuki satu periode baru, yaitu periode
revolusi tingkat Sosial-Ekonomi untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan
makmur.
Soekarno menjelaskan hakikat revolusi dalam pidatonya “Djalannja Revolusi
Kita (Djarek) adalah perombakan, penjebolan, penghancuran, pembasmian dari
semua apa yang kita tidak sukai, dan membangun segala apa yang kita sukai.
Revolusi adalah perang melawan keadaan yang tua untuk melahirkan yang muda dan
revolusi Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan daripada revolusi dunia,
karena tiga perempat dari umat manusia di muka bumi ini berada dalam kondisi
mengalami revolusi. Berbicara tahap revolusi dan tujaunnya ada dua macam tahap
revolusi yaitu: pertama, tahap mencapai Indonesia merdeka penuh, bersih
dari imperialisme dan yang demokratis serta bersih dari sisa-sisa feodalisme.
Tahap ini masih harus diselesaikan dan disempurnakan. Kedua, tahap mencapai
Indonesia ber-Sosialisme Indonesia, bersih dari kapitalisme dan dari
expoitation de l’homme par l’homme. Tahap ini bisa dilaksanakan dengan sempurna
setelah tahap pertama sudah diselesaikan seluruhnya.[20]
[1] Audrey R. Kahim dan George McT. Kahim, Subversi sebagai Politik Luar Negeri, alih bahasa Dr. R.Z. Leirissa, cet. 1 (Jakarta: PT Pustaka Grafiti, 1997), hlm. 23.
[2] M. Dawan Raharjo (ed.), Kapitalisme Dulu Dan Sekarang, cet. 1 (jakarta: LP3ES, 1987), hlm. Vii.
[3] Imam Soedjono, yang berlawan, cet. 1 (Yogyakarta: Resist Book, 2006), hlm. 18.
[4] Semaoen, Penuntun Kaum Buruh, cet. 1 (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2000), hlm. 85-86.
[5] Roeslan Abdulgani, Dihadapan Tunas Bangsa: “pidato didepan kongres ke-II Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tanggal 23 Desember 1963), dengan tema Menggali Ajaran Islam Untuk Sosialisme Indonesia”, (Jakarta: Prapantja)hlm. 381.
[6] Baskara T.
Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 37
.
[7] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 38 .
[8] Ibid., hlm. 39
[9] Wuryadi dkk., Perspektif Pemikiran Bung Karno, cet. 1 (Jakarta: Lembaga Putra Fajar, 2004), hlm. 8.
[10] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 39 .
[11] Ibid., hlm. 39.
[12] Ibid., hlm. 39.
[13] Ibid., hlm. 44.
[14] Baskara T. Wardaya SJ, Soekarno Menggugat, cet. 1 (Yogyakarta: GalangPress, 2006), hlm. 38 .
[15] Ibid. Hlm. 35-36.
[16] Roeslan Abdulgani, Dihadapan Tunas Bangsa; Tjeramah Dr. H. Roeslan Abdulgani dimuka senat Mahasiswa Fakultas Hukum dan pengetahuan Masjarakat Djakarta, di Aula Universitas Indonesia Djl. Salemba 4, Djakarta, 16 oktober 1958, (Djakarta: Prapantja). Hlm. 22-23.
[17] Wuryadi dkk., Perspektif Pemikiran Bung Karno, cet. 1 (Jakarta: Lembaga Putra Fajar, 2004), hlm. Xiii.
[18] Ibid. Hlm. xiii
[19] S. Surjo Untoro, Tanya Jawab Indoktrinisasi dan Sosialisme Indonesia, (Surabaya: marifah, 1961), hlm. 33.
[20] Penetapan tujuh bahan-bahan pokok indoktrinasi, (Bandund: cv. Dua-R), hal.61-62.
BURUH KORBAN LMF
PERBUDAKAN
MANUSIA MODEL BARU
azmirever[1]
(Pemuda,
Mahasiswa Tunduk
Pada Kepemimpinan
Kaum Buruh
Dan Kaum Buruh
Sedunia Bersatulah)
“Negara Indonesia
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
berdasarkan Pancasila”
Adalah nafas jiwa dari pembukaan UUD
1945, yang menegaskan Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan rakyat
indonesia.
Salah satu untuk mensejahterakan
rakyat Negara memberikan hak seluas-luasnya terhadap hak pekerjaan yang layak,
seperti yang diamanatkan pada pasal 27(2) UUD 1945 yang menyatakan: “Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
“.
Akan tetapi, nasib yang naas yang selalu
diterima oleh kaum buruh/ pekerja indonesia. Kaum Buruh/ pekerja sampai hari
ini masih sangat sulit untuk memperoleh hak-haknya yang telah diamanatkan
melalui kitab keramat UUD 1945 dan Negara semakin hari, semakin melupakan
kewajiban-kewajibannya terhadap kaum buruh/ pekerja.
Hal ini membuktikan bahwa Negara
tidak pernah berpihak terhadap kepentingan kaum buruh/ pekerja, melainkan
Negara dijadikan alat penindas oleh imperialis. Buruh/ pekerja dijadikan budak
oleh pemilik modal yang dilegalkan oleh Negara dengan dibukanya Investasi yang
diatur dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing yang sekarang menjelma menjadi
Undang-undang Penanaman Modal no. 25 th. 2007.
Investasi adalah suatu yang berkaitan erat dengan proses akumulasi dari bentuk aktiva atau sederhananya adalah bentuk penanaman modal dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar. Ketika investor melakukan investasi di sektor perindustrian, maka yang akan dirugikan adalah kaum buruh/ pekerja, sebab investor pasti akan melakukuan apasaja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. salah satunya adalah mendesak pemerintah untuk membuat LMF Labor Market Flexibility (manajemen pasar tenaga kerja yang lentur). Dan untuk merealisasikannya maka pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan aturan perburuhan/ ketenagakerjaan yaitu UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Karena pemerintah adalan kepanjangan tangan dari imperialis maka Inpres no. 3 Tahun 2006, tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi pun dikeluarkan untuk merevisi UUK no. 13 tahun 2003. yang inti dari revisi tersebut adalah penghilangan hak-hak buruh, seperti hilangnya jaminan kesejahteraan, jaminan keselamatan, jaminan kesehatan, jaminan hukum dan legalnya intimidasi terhadap buruh.
Adanya LMF kekuasaan Negara beralih menjadi kekuasan pasar., maka yang di untungkan disini adalah para pemilik modal dan para buruh/ pekerja akan dirugikan. Penumpukan modal oleh kapitalis terus menggelembung dengan adanya LMF, itu terbukti dengan adanya aturan status buruh magang dan buruh kontrak. Buruh magang adalah buruh yang dipekerjakan atas dasar logika kapitalis untuk mengakumulasi modal tanpa harus memenuhi hak-hak buruh magang. Dan biasanya buruh magang diberlakukan ketika ia pertama kali masuk perusahaan, dengan dalih untuk mengukur loyalitas, etos kerja dan prestasi kerja maka di adakan aturan pelatihan atau trenning selama 3 bulan. Buruh magang akan mudah sekali di pecat oleh perusahaan ketika melakukan kesalahan tanpa uang pesangon dan jika dirasa menguntungkan perusahaan maka buruh magang akan dijadikan buruh kontrak. Kemudian buruh kontrak adalah buruh yang masa kerjanya dikontrak oleh satu perusahaan melalui perjanjian, biasanya buruh dikontrak selama 3 bulan, dan lagi-lagi akan dilihat oleh kapitalis ketika tenaganya tidak lagi dibutuhkan maka akan dipecat dan jika tenaganya masih dibutuhkan akan diperpanjang kontaknya. Melihat hal tersebut ada kelemahan dalam model kerjanya, yaitu berbicara waktu kerja sangat singkat dan bentuk kerjanya sangat padat serta ketakutan buruh kontak untuk berserikat karena takut akan dipecat. Oleh karena itu, sistem LMF adalah bentuk perbudakan baru oleh perusahaan (kapitalis), penghancuran dan pemandulkan serikat-serikat buruh, menekan upah dan menghapusan jaminan sosial serta intimidasi kepada buruh.
Siapakah yang bertanggungjawab atas perbudakan tersebut? Negaralah yang seharus bertanggungjawab!!!, karena tidak dapat melindungi dan mensejahterakan serta memberikan pekerjaan yang layak bagi buruh. Negaralah yang mengeluarkan peraturan-peraturan perburuhan yang tidak manusiawi sehingga penindasan dilegalkan dinegeri ini.
Kenapa Negara mau menindas rakyatnya sendiri? Karena Negara adalah sebuah alat kekuasaan yang hari ini disetir oleh para pemilik modal (kapitalis) atau imperialis (orang yang melakukan penjajahah lewat modal). Sehingga para pemilik modalah otak dari segala penindasan yang terjadi di negeri ini.
Adapun elit-elit politik burjuasi terkooptasi dengan kepentingan modal, sehingga tingkah laku dan budayanya adalah membiarkan buruh dan rakyat tertindas. Jelas hari ini elit-elit politik burjuasi tidak pernah berpihak dan memang seharusnya kita tinggalkan.
Bagaimana solusinya untuk menentang dominasi imperialisme (modal internasional)? Solusinya adalah pengorganisiran, pembangunan dan penguatan serikat-serikat buruh, karena buruh lah yang mempunyai kekuatan nyata untuk dapat merebut alat-alat produksi dan melawan imperiaslisme (paham/ sistem penjajahan melalui modal) serta buruhlah yang mampu memciptakan masyarakat yang setara dan bersaudara tanpa penindasan.