KOMITE PIMPINAN PUSAT
SERIKAT MAHASISWA INDONESIA
JL. Jagakarsa Gg. Hidayah II, No 05 Lenteng Agung Jak-Sel
Email; serikat_mahasiswa@yahoo.co.id
Weblog : www.kppsmi.wordpress.com
Telp: 021-99681543 dan 081331643545
 
 


PEMILU 2009 ALAT ELIT POLITIK DAN  KAUM BORJUASI
UNTUK MEMPERBESAR ARUS DAN KEKUASAAN MODAL ASING
BUKAN SOLUSI KONGKRIT ATAS KEDAULATAN EKONOMI-POLITIK RAKYAT[1]
               
Ditenggah dorongang kuat dari kaum kapitalisme internasional, untuk terus meliberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dan tata politik nasional. Maka dengan segala antusiasme politik yang tinggi para elit politik borjuis yang rata-rata anti rakyat itu menyambutnya dengan menyiapkan scenario lewat rencana-rencana strategis. Selebihnya Maka mekanisme politik liberal yakni pemilu kaum borjuis pun di tetapkan yang orientasinya membuka kembali seluas-luasnya semua pintu-pintu bagi modal asing untuk memasuki seluruh gelanggang kehidupan social, ekonomi dan budaya di Indonesia . Ditunjang lagi dengan dibuatnya berbagai Rancangan Undang-Undang yang peduli dengan semangat Neoliberalisme (Lihat, Program Legislasi Nasional 2006 dan Draft Rencana Pembangunan BAPPENAS 2004-2009 yang isinya merupakan design dari IMF, WB).
 
Setidaknya pasca Reformasi politik tahun 1998, sudah terhitung dua kali Pemilu kaum borjuis digelar bahkan dengan klaim dan retorika politik penyelengaraanya adalah yang paling demokratis, bila di banding dengan pemilu-pemilu di jaman Orde-Baru. Namun yang terjadi adalah Gagalnya Pola Ekonomi-Politik Neoliberal (Kapitalisme) sehingga persolaanya di seluruh penjuru negeri ini, belum banyak perubahan penting yang berdampak bagi kemajuan taraf kesehjateraan ekonomi rakyat dan nasional, kedaulatan politik nasional. Bukti-buktinya adalah Pertama: Dicabutnya berbagai macam subsidi untuk rakyat oleh Negara(BBM, Listrik, Pangan dan pertanian dll), Kedua: Dijualnya sebagaian besar aset-aset vital milik Negara kepada swasta (Telkom, PLN, Semen Gresik, Pertamina, PT. KAI, Dll), Ketiga: Penurunan tarif bea masuk dan pajak Impor komoditas perdagangan dari Luar negeri (Pertanian, Migas, Mesin dll), Keempat: Di Bukanya Zona dan Kawasan Khusus untuk ekonomi sebagai prakondisi serta syarat penunjang untuk mendukung kondusifnya pasar bebas dan iklim ekonomi liberal.
Praktek kebijakan ekonomi yang mendukung Neoliberalisme semakin massif sebagai arah ekonomi nasional yang kapitalistik, mari kita perhatikan Pidato kenegaraan yang dibacakan oleh RI 1 (SBY) pada 16 Agustus 2006 tahun lalu, dengan semangat “pengemis” pemerintah akan berupaya maksimal menciptakan kesehjateraan Rakyat lewat investasi modal asing (langsung maupun tak langsung) untuk mengelola asset-asset vital dan kekayaan alam Indonesia yang memang melimpah ruah.
Liberalisasi ekonomi-politik nasional  saat ini sudah bersinergi dalam prakteknya. Sebagaimana yang diberitakan oleh beberapa media massa nasional ini kita menyaksikan betapa konsekuenya Rezim SBY-JK mendukung Zona Pasar bebas di Indonesia dalam bentuk KEKI (Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia) sebagai tindak lanjut dalam praktek pelaksanaan Inpres No 3 thn 2006, tentang Investasi dan Penanaman Modal. Dorongan Ekternal dari Pemerintah Singapura (Sekutu Imperialis dikawasan strategis ASEAN) untuk membangun KEKI yakni Indonesia harus memperbaiki segala kebijakan hukumnya, konsistensi kebijakan, dan adanya regulasi untuk menjalankan kebijakan, perbaikan Infrastruktur dan pemberian intensif kepada Investor/pemodal dalam dan luar negeri  (Bisnis Indonesia, 7/8/07).
Syarat itu kemudian Oleh Negara di atur dalam Perpu No 1 thn 2007 tentang penetapan Syarat KEKI dan wilayah prioritas sebagai amandemen dari UU NO 36 Thn 2000 tentang Free Trade Zone/FTZ. Di Indonesia terdapat 112 kawasan industri di 10 propinsi yang akan disiapkan untuk menjadi KEKI, Ke 10 Propinsi Itu adalah Aceh, SUMUT, BINTAN-BATAM, DKI JAKARTA, JATENG, JATIM, SULSEL, KALTIM.
Tentu sangat ironis pembukaan kawasan ekonomi khusus itu salah satunya digunakan sebagai metode untuk menyerap penganguran namun yang terjadi Selanjutnya membuat Mata kita melotot dengan komposisi ledakan angka pengagguran yang kian hari-kian membengkak di Indonesia, bahkan saat ini jelas makin membengkak akibat efek domino kenaikan BBM. Pada sisi yang lain komposisi pengangguran justru kebanyakan masuk dalam kategori Tenaga Produktif (18-40 th). Namun rezim beserta para elit politik hasil Produksi Pemilu 2004 yang berkuasa saat ini tidak berbuat banyak untuk menghilangkan ledakan angka penganguran. Justru yang dilakukan oleh rezim saat ini adalah memperburuk kesehjahteraan kaum buruh dengan sistem outshorcing dan sistem kontrak serta setia pada pelaksanaan politik upah murah bagi kaum buruh Indonesia .
Untuk diketahui bahwa hampir semua kawasan Industri baik yang masuk kategori KEKI telah menerapkan sistem outshorcing dan sistem kontrak, melarang buruh-buruh disana untuk masuk serikat buruh/pekerja, melarang demontrasi didalam kawasan [2]. Jadi KEKI adalah daerah yang steril dengan kegiatan politik progresif yang kerakyatan. Tentu saja beberapa daerah lain yang akan diproyeksikan sebagai KEKI juga akan mengalami nasib yang sama. Artinya dengan adanya KEKI,  kondisi kaum buruh yang selama ini memang teralienasi akan semakin dibuat terasing dengan situasi socialnya serta kesehjahteraanya dirampas sebagai dampak politik upah murah.
Sementara itu, belum dirubahnya sistem kepemilikan stuktur agraria nasional dengan model yang kerakyatan, menyebabkan sumber-sumber agraria seperti Hutan, Laut dan lain-lain di Indonesia mutlak dikuasai oleh para pemodal besar untuk kepentingan pemenuhan bahan baku Industri MNC/TNC yang beroperasi secara eksploitatif, akumulatif dan ekspansif di seluruh dunia. Praktis saja bahwa kehidupan kaum tani yang tersebar di pedesaan Indonesia tetap akrab dengan problem kemiskinan dan kebodohan serta ketertindasan oleh Kaum Pemodal. Sehingga Selama 40 tahun pembangunan pertanian di negara agraris ini, petani mengalami pemiskinan. Laju urbanisasi berlangsung secara masif karena di desa hanya ada kelaparan dan gizi buruk. Petani, sebagai pahlawan ketahanan pangan, berada dalam kondisi yang hampir sekarat dan hidupnya kian tergerus oleh cepatnya alih fungsi lahan [3].
Bantuan berupa uang atau pangan bukan solusi jangka panjang meski dibutuhkan dalam keadaan darurat. Memperbaiki ketahanan pangan untuk pemenuhan hak atas pangan tak cukup hanya memberi ikan atau pancing dan kail tetapi mengajarkan bagaimana cara membuat pancing dan kail, dengan membuka isolasi pedesaan terhadap pasar, memberi subsidi kepada petani, menumbuhkan agroindustri berbasis pedesaan yang dapat memberi nilai tambah kepada petani. Namun, bangsa ini kurang mengenal petaninya. Karena Para petani dianggap sebagai warga negara kelas dua. Masyarakat petani adalah wong ndeso yang gampang ditipu dan diperdaya. Petani hanya dijadikan obyek pembangunan, bukan subyek.
Hingga kini belum ada kemajuan berarti di bidang pertanian yang katanya dinyatakan sebagai salah satu pilar utama ekonomi kerakyatan dan ketahanan pangan. Kegagalan ini adalah telah menunjukkan petani tidak dilihat sebagai pelaku nyata kegiatan produksi pertanian. Tak heran jika laju urbanisasi setiap pasca-Lebaran makin tak terbendung. Pembangunan ekonomi yang menafikkan pertanian telah melahirkan kemiskinan yang kian buruk dan terpeta jelas. Kantong-kantong kemiskinan baru bermunculan pusat-pusat capital (kota-kota besar) sejalan dengan minimnya lapangan pekerjaan ditandai dengan tumbuhnya pemukiman-pemukiman kumuh, ketimpangan ekonomi, pendidikan tidak merata, pemadaman listrik secara bergiliran, kelaparan, dan gizi buruk.
Kemiskinan dan kebodohan di pedesaan itulah yang membuat partai-partai borjuis (P. Golkar, PDI-P, PPP, P. Demokrat, PAN, PKS, PBB dll) dijadikan sebagai syarat material (Pabrik Suara) yang kongkrit dalam meraup perolehan kursi di parlemen dan panggung trias politika lainya. Mereka-Partai Politik Borjuis itu justru tidak memberikan pendidikan politik kerakyatan dalam agendanya ketika turun ke basis massa konstituenya, Malah yang dilakukakan adalah mengobral janji-janji palsu yang membumbung tinggi hingga langit ke tujuh.
Janji-janji yang di obral parpol-parpol borjuis itu biasanya tampil seperti berikut: “Jika partai kita menang dalam pemilu besok Pupuk akan Murah, JIka Partai kita menang Harga-Harga Hasil Pertanian Akan tinggi, Jika Partai kita menang Harga-harga kebutuhan pokok rakyat di pedesaan akan Turuh dan kesehjateraan kaum  tani-warga desa pasti akan terpenuhi, Jika partai kita menang maka Akan dibuka sekolah dan Rumah sakit untuk rakyat dan biayanya akan gratis sepenuhnya… Dll” Namun jika di lihat kenyataanya sekarang tidak ada satupun janji-janji yang Dikampanyekan P. Golkar, PDI-P, PKB, P. Demokrat, PAN, PKS, PBB dan Partai-Partai Politik Borjuis lainya terbukti kenyataanya dilapangan.  Itulah perilaku-perilaku politik kaum Borjuis dengan partainya yang memang tidak pernah konsisten dalam kata dan tindakanya.
Pelaksanaan Liberalisasi ekonomi politik nasional juga beriringan dengan maraknya praktek kekerasan yang dilakukan oleh Negara terhadap rakyatnya, untuk membuktikan hal tersebut kita bisa melihat dengan jelas di berbagai Kota yang ada di Indonesia khususnya, khususnya kota-kota besar mulai marak intensitas penggusuran PKL, pengusuran Para Pedagang Pasar, pengusuran pemukiman liar, perampasan tanah warga (Petani) di pedesaan, dimandulkanya fungsi Ormass progresif, PHK massal yang tidak di urus dengan dengan adil, ancaman DO selalu menghantui mahasiswa-mahasiswa progresif apabila mereka kritis terhadap kebijakan kampusnya, pemukulan oleh aparat kepada para demonstran yang melakukan demo penolakan kenaikan BBM di berbagai kota sepanjang bulan Mei 2008. Kondisi itulah yang perlu dicacat bahwa betapa buruknya raport situasi perpolitikan nasional saat ini yang kian liberal.
Melihat kenyataan-kenyataan di atas tentang beberapa hal pokok tentang kegagalan Neoliberalisme yang katanya sebagai obat mujarab dan akhirnya ditetapkan oleh elit politik untuk menyelesaikan krisis ekonomi di Indonesia, Bila dicermati lebih dalam atas apa yang dipraktekkan selama hampir 5 tahun pasca pemilu 2004 oleh parpol-parpol borjuis (Golkar, PDI-P, PKB, Partai Demokrat, PAN, PKS, PBB dan ditambah Koalisi partai gurem) yang mengutus para kadernya (elit politik) di panggung kekuasaan nasional sangat jelaslah berkhianat khususnya pada konstituen massa pemilihnya serta massa rakyat Indonesia pada umumnya.
Ditambah lagi Jelang awal tahun 2007 hingga kini, didalam peta perpolitikkan nasional berbagai aktor politik yang akan bermain di Pemilu 2009 dan Pilkada mulai melakukan manuver-manuver politik untuk menarik simpati dan dukungan massa di tingkat akar rumput dengan tindakan-tindakan politik yang seolah oleh pro rakyat kedok bantuan social, penjualan sembako murah, pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis, Try Out ujian Nasional gratis. Ternyata partai-partai politik borjuis yang lolos electoral threeshold  kemarin dan akan bertanding sebagai kontestan pemilu 2009, tidak pernah mengajarkan prinsip-prinsip elementer demokrasi secarah utuh dan serius kepada massa konstituensya.  Jadi situasinya yang akan muncul bisa diprediksi bahwa “POLITIK MASSA  MENGAMBANG DAN MONEY POLITIK DALAM BENTUK TERBARU” masih tetap menjadi senjata andalan untuk memperbesar dan melipat-gandakan perolehan suara di tahun 2009. 
Semangat neoliberalisme dalam prakteknya masih tetap di jaga oleh elit politik dan rezim borjuis komprador sebagai jati diri politik nasional saat ini. Bisa dilihat dengan jelas pada saat praktek penyelengraaan PILKADA 2005-2008 para pimpinan daerah Mulai Gubernur, Bupati dan Walikota diberi peringatan keras oleh SBY selaku Presiden “Bahwa Para kontestan pilkada jangan mudah menjanjikan pendidikan dan kesehatan Gratis pada rakyat”. Tentu saja ini sangat bertolak belakang dengan semangat Neoliberalisme yang berkarakter anti subsidi terhadap Rakyat.
Pembiayaan pemilu tahun 2009 sangat besar menyedot KEUANGAN  NEGARA yang tergerus lagi krisis. Pemilu 2009 dalam rencana pembiayaanya dialokasikan sebesar Rp 47,9 Trilyun. Lantas Dari ongkos yang sangat luar biasa besar itu diperoleh darimana untuk menutupinya, TIDAK LAIN DAN TIDAK BUKAN SKEMA YANG DIPAKAI ADALAH DENGAN JALAN HUTANG KE LEMBAGA-LEMBAGA DONOR MILIK KAUM IMPERIALIS. Sehingga dampak politiknya dari hutang atau Hibah atau apapun istilahnya pasti menimbulkan konsekuensi logis yang semua itu nantinya dibebankan dan ditanggung oleh Rakyat. Pengalaman itu sudah terbukti dari 2 pemilu terakhir di Indonesia menghasilkan rezim anti rakyat produsen kebijakan-kebijakan Anti rakyat pula.
Sekali lagi untuk mempertegas sikap kami dengan penjelasan-penjelasan utama diatas tentu sudah jelaslah kondisi dan situasinya sekarang,  bahwa apa yang dlakukan oleh elit politik dan parpol-parpol borjuis menjelang PESTA DEMOKRASI LIBERAL TAHUN 2009 (Pemilu 2009) hakekatnya adalah menghamba terhadap kepentingan modal yang anti terhadap kemajuan rakyat, berkhianat secara vulgar terhadap Amanat UUD 1945 dan jika salah satu dari kontestan pemilu yang rata-rata adalah partai borjuis itu menang tentu tidak akan dengan mudah  menepati janjinya kepada rakyat tetapi sangat mudah dan taat terhadap semua keinginan dari kaum pemilik modal.
 
Seruan Umum Untuk Rakyat
Oleh karena itu jelas pemilu 2009 SEJATINYA bukan pemilu BAGI rakyat (kaum buruh, kaum tani, kaum miskin perkotaan dan mahasiswa progresif), tapi pemilunya parpol-parpol borjuis dan elit-elit politiknya. hasilnya pun tidak diabdikan bagi kemajuan ekonomi politik rakyat indonesia, tapi diperuntukkan kepada para pemodal agar pasar bebas dengan segala mekanismenya yakni sistem politik yang mengabdi pada kepentingan kapitalisme alias sistem politik liberal segera dilakukan secara konsisten di Indonesia. Maka tidak sepantasnya rakyat Ikut berpartisipasi dalam pemilu 2009, karena sudah jelaslah bahwa Pemilu 2009 adalah Ilusi, SEKALI LAGI ILUSI SESAT DEMOKRASI LIBERAL.
 
MAKA Tugas Utama Dari Kita, Mahasiswa dan Massa Rakyat Progresif lainya Adalah:
1.    Mengkampanyekan Terus Kegagalan-Kegagalan Praktek ekonomi politik Neoliberalisme di Indonesia
Mengapa Hal Tersebut Patut Dilakukan, Karena memang secara kongkrit massa rakyat di Indonesia belum banyak yang mengetahui apa praktek neoliberalisme itu dengan segala cara kerjanya yang membuat rakyat miskin, jutaan tenaga prokduktif menjadi pengangguran, Hilangnya subsisdi public, Di jualnya BUMN-BUMN strategis, Di Upahnya kaum buruh secara Murah, Pendidikan nasional semakin mahal tak terjangkau oleh anak-anak dari keluarga miskin dll.


2.    Menuntut Negera Untuk Selalu bertanggung Jawab secara konsisten dalam memberikan subsidi yang layak untuk kesehjateraan massa Rakyat.
Mengapa Hal itu Patut Dilakukan oleh Massa Rakyat, Karena saat ini Pemerintahan yang berkuasa adalah sangat setia dengan garis politik neoliberalisme yang sangat anti terhadap pemberian subsidi Sosial dengan alasan dapat menyebabkan Pemborosan (Inefisiensi) APBN. Kalau demikan adanya maka tuntutan untuk memperbesar Subsidi adalah hal yang wajib terus diminta oleh massa rakyat agar Negara ini semakin terdorong kearah anarki APBN yang akhirnya mempertajam krisis internalnya.
3.    Memblejeti Praktek dan perilaku Obral Janji Palsu dari Partai-partai Politik (P. Golkar, PDI-P, PKB, PPP, P Demokrat, PAN, PKS Dll) dan elit-Elit politik Borjuis.
Mengapa Hal terbebut patut dilakukan, Karena praktek dan perilaku politiknya lebih banyak pro pemodal yang mendukung dan membiayai kegiatan secara langsung maupun tidak langsung sehingga jika mereka menang dalam pemilu tentu saja kemenangan itu di peruntukkan kepada para pemodal bukan massa rakyat yang menjadi konstituenya.   
4.    Memperkuat dan terus membangun hubungan serta pengaruh politik secara berkesinambungan terhadap Organisasi Rakyat di semua teritori rakyat dan sector-sektor progresif rakyat dengan mempergencar pendidikan politik kerakyatan yang progresif di semua basis-basis perlawanan massa .
Mengapa Hal tersebut patut dilakukan, karena sampai saat ini yang bisa dipercaya serta merekalah yang bekerja secara tulus demi terwujudnya cita-cita pembebasan nasional dari Imperialisme adalah Organisasi-Organsiasi Rakyat yang hampir semua aktifitas politiknya mendidik dan mengerakkan kesadaran berlawan anggota dan rakyat pada umumnya.
5.    Membangun Konsolidasi Politik Kerakyatan Antar Ormass2 Progresif Kerakyatan untuk mengimbangi hegemoni politik kaum reaksioner dan avountrism politik ala borjuis.
Mengapa Hal ini patut dilakukan, Jelas ini adalah usaha untuk menyatukan semua visi, taktik perjuangan agar semua Organisasi rakyat yang saat ini berserak saling mendukung secara positif sehingga menjadi alternative terbaik bila bersatu dalam wadah perjuangan bersama.
 
Jalan Keluar Bagi Kita Semua.
1.    Pendidikan Nasional Gratis, Ilmiah dan Bervisi Kerakyatan
Ini adalah salah satu syarat yang mutlak untuk membangun kebudayaan nasional yang tangguh dan mandiri, serta menciptakan tenaga-tenaga produktif yang maju dengan visi kerakyatan yang kuat. Sehingga sangat berguna bagi pelaksanaan program-program Nasional yang strategis serta bersifat Kerakyatan.

2.    Pembangunan Industri Nasional (Industri dasar, Industri Berat) yang berkarakter Kerakyatan
Jelaslah bahwa sebagai sebuah Negara yang dipersiapkan untuk membendung serbuan komoditas barang dagangan dan jasa dari Negara-negara Imperialism, pada satu sisi ini juga sebagai syarat utama untuk menuju tatanan masyarakat baru yang maju.

3.    Laksanakan Reforma Agraria Sejati
Sebagai salah satu modal syarat untuk pembangunan nasional strategis serta terencana, juga di butuhkan untuk mengangkat kesehjateraan masyarakat pedesaan sehingga bisa meredam laju urbanisasi ke perkotaan akibat timpangnya struktur penguassan sumber-sumber agraria. Disisi yang lain juga berguna untuk pemenuhan bahan-bahan baku Industri nasional.

4.    Nasionalisasi Aset Vital Demi Kesehjateraan Rakyat
Sebagai salah satu modal yang besar dan pembiayaan bagi pembangunan nasional terencana yang strategis, di sisi yang lain juga  bisa menunjujkkan kedaulatan ekonomi politik nasional dengan karakter anti Imperialisme.

5.    Putus Hubungan Ekonomi-Politik dengan Negara dan Kaum Imperialis di Seluruh Dunia
Usaha nasional secara politik untuk Menegakkan kedaulatan politik nasional yang anti Intervensi politik kaum imperialis yang berwatak menjajah massa rakyat maupun nation. Yang memang selama ini Indonesia telah Tidak memiliki Kedautan politik dalam arti sesungguhnya.

6.    Bangun hubungan ekonomi- politik Yang Adil dan seimbang dengan Negara-negara Progresif dan anti imperialism.  
Menciptakan Dunia yang cinta damai dan saling memajukan satu dengan lainya dalam konteks Hubungan internasional yang seimbang dan kerjasama ekonomi politik yang saling menguntungkan, Disisi yang lain bisa menciptakan Blok baru Yang Menjadi lawan langsung dari politik Internasional kaum Imperialisme di Dunia Ini. 
Demikian Sikap politik Dari kami SERIKAT MAHASISWA INDONESIA untuk mempertegas Posisi Politik yang hendak kami Tampilkan jelang maupun Pasca Pemilu 2009, Sekian terima kasih.
 
Jakarta, 23 Juni 2008
 
          Tertanda
                                                                                                                          
 
     “Kent” Yusriansyah
Ketua Umum KPP-SMI                                                                                                                      


 
[1] Draft ini ditulis oleh Ketua Umum KPP SMI “Kent” Yusriansyah Pada tanggal 28 April 2008 dan diperbaiki lagi pada tanggal 23 Juni 2008. Tulisan Ini di sarikan dari  Hasil ketetapan Pleno Nas Ke III Di Mojokerto Jawa Timur.
[2] Hasil temuan SMI Bulan Nov 2007 yang Di Perkuat Wawancara 10 Serikat Buruh Di Pulau Jawa.
[3] Alih fungsi lahan merupakan salah satu sebab terjadinya krisis pangan yang sedang terjadi kini. 
Make a Free Website with Yola.