NEGARA

 

Seperti kekasih yang kuncinta

Kujaga kau dan kesetianku untukmu

Apa yang kau beri “hanya sakit”

Kau gadaikan milikmu

Sisakan puing-puing nista

 

Seperti mungsuh yang selalu kumaki

Kulawan kau dan pembrontakanku untukmu

Apa yang kau janjikan “hanyalah hampa”

Kau lukai diriku

Lahirkan teriakan perlawanan

 

Ajaranmu menyesatkan

Pendidikanmu membodohkan

Normamu merusakan

Hukummu merugikan

 

Ku putuskan takkan lagi ikutimu

Murkaku tlah menjadi bara

Lukai wajah cantikmu bersama simpananmu

 
 

MISKIN-KAYA

 TAKDIR ATAU KAPITALISME

 

Tak ada sesuatu yang menarik di malam ini. Sepi, hanya bayangan yang bermain kejar-kejaran karma terkena cahaya lampu yang tertiup angina, memang sengaja jendela kamarku selalu kuba. Sambil memejamkan mata, aku mulai berfikir, apakan miskin dan kaya itu adalah takdir? Kalau takdir, berarti orang yang kaya selalu di untungkan? Buktinya mereka tidak pernah membagikan harta miliknya untuk berbagi milik! Apakah ada orang yang berbagi tanah? Jika ada orang mempunyai tanah 4 hektar, apakah ia mau berbagi kepada orang yang tidak punya tanah 2 hektar-2 hektar? Apakah ada orang yang mau berbagi alat produksi dipabrik? Jika ada orang yang mempunyai pabrik lengkap dengan mesin-mesinnya, apakah ia mau berbagi kepada buruh untuk memiliki bersama-sama alat produksi dipabrik? Tentu jawabanya adalah “Tidak”!!!. Kenapa..? kenapa..? kenapa..? orang kaya tak mau berbagi milik? Sampai aku sadar, mentari sudah mulai merambat naik, namun pikiranku masih tertuju pada pertanyaan-pertanyaan tadi malam itu.

Aku rapikan kamar tidurku walaupun tak terlalu berantakan, mandi lalu sedikit memberi makan ikan koki kesayangan ku. Dirasa sudah siap, aku berangkat kuliah, mengejar mimpi yang ditanamkan orangtuaku untuk menjadi seorang guru. Banyak peristiwa yang aku lalui sepanjang jalan menuju kampus. Pedagang yang dari dini hari menjajakan dagangannya masih setia menunggu pembeli, pak tani penggarap yang sedang mencangkul sawah milik tetangganya, sekelompok orang yang berjalan dengan seragam menuju pabrik, adapula anak kecil yang minta-minta di lampu merah. Itu pandangan yang selalu aku liahat ketika berangkat kekampus. Orang tua dan dosenku mengatakan kampus adalah harapan tempat masadepan yang akan mengubah hidupku. Sehingga pemandangan atas peristiwa tadi hanya angin lalu, itulah orang-orang yang tidak sekolah atau tidak kuliah, makanya mereka menjadi pedagang sayur, peta penggarap, menjadi buruh dengan gaji murah, dan menjadi pengemis atau gelandangan, kamu harus bersyukur, kamu bisa kuliah, belajar yang giat agar nilaimu baik dan cepat lulus, itu kata orangtua dan dosenku.

Namun hari demi hari, lama kelamaan peristiwa itu mengganggu pikiranku, ada yang salah apa yang dikatakan orangtua dan dosenku. Karna mereka tidak sekolah? padahal masuk sekolah atau masuk kuliah biayanya mahal, hari ini yang bisa sekolah atapun kuliah hanyalah orang-orang cukup mempunyai uang. Mereka yang miskin pastilah tidak bisa masuk sekolah atau kuliah, apakah itu takdir? Berarti aku di untungkan oleh takdir karena aku anak orang yang mampu sehingga aku bisa kuliah? Adilkah takdir itu? Ini bukan takdir… ini bukan takdir… ya… ini bukan takdir.

Akupun masuk kelas, seperti biasanya kelas masih sepi, aku yang pertama. Sepuluh menit kemudian baru ruangan mulai ramai dan pak dosenpun sudah siap mengajar. Kebetulah hari ini matakuliah Agama, akan kupertanyakan masalah takdir antara miskin dan kaya. Pak miskin atau kaya pakah itu sebuah takdir? Kaya miskin itu sudah diatuh oleh Allah, alah menciptakan manusia ada yang kaya dan ada yang miskin, miskin atau kaya bukanlah takdir akan tetapi nasib yang bisa dirubah. Orang miskin bila ia bekerja dengan tekun maka ia bisa menjadi kaya dan yang kayapun bisa menjadi miskin bila usahanya bangkrut. Namun miskin-kaya adalah keharusan sejarah karena itu adalah sunattullah/ hukum alam jawab pak dosen.

Aku mulai bimbang dengan apa yang di katakan oleh pak dosen, ketika aku melihat pedagang sayur yang berangkat sebelum matahari terbit tidak kaya-kaya, pak tani penggarap yang datang kesawah dari pagi sampai menjelang magrib, bekerja dengan tekun namun tidak kaya-kaya. Begitupula dengan buruh yang bekerja 9 jam bahkan 24 jam juga tidak kaya-kaya. Sedangkan yang punya tanah semakin kaya dengan hasil panennya dan para pengusaha menumpuk uang dari keuntungan yang dihasilkan oleh para pekerja.

Sampai aku dirumah, aku masih bimbang tentang masalah kaya dan miskin. Kapan kan proses perolingan atau pergantian posisi antara yang kaya dan yang miskin, karena yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin. Kaya dan miskin bukan takdir ataupun nasib akan tetapi sengaja dibuat oleh sistem, sitem yang membuat orang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin tetap miskin, karena kalu perkara bekerja dengan giat dan tekun, petani penggarap dan buruh sudah terlalu giat dan tekun akan tetapi mereka selalu di buat miskin oleh yang punya tanah dan yang punya pabrik yaitu dengan diberikan upah yang murah padahal yang dihasilkan oleh mereka begitu besar sehinga para orang kaya bisa menghidupi sampai tujuh turunan. Adilkah ini?!!

Seperti biasanya dimalam hari begitu menyebalkan, aku hanya sendirian. Lagi-lagi hanya bayangan yang bermain yang aku pandangi. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, permisi… permisi…permisi…suara dari luar, suara itu sepertinya tidak asing lagi di telingaku. Ternyata orang itu adalah teman lamaku, teman SMA dulu. Hai Riski.! Teriakku, aku merasa malam ini adalah luar biasa. Gimana kabarmu Ron, tanyaku. Baik-baik, sehat…jawabnya, lalu kuajak masuk di kamar yang luasnya hanya 3X3.

Kau kuliah dimana Ron, aku kuli….ah…, aku kerja, sambil tertawa Roni menjawab. Lalu kita ngobrol-ngobor tentang masa lalu di SMA. Tiba-tiba dia keluarkan buku berwarna merah dari tasnya, kau dah baca buku ini, Tanya Roni. Buku apaan nih… ternyata buku copy-an, sambil aku pegang dan kuliat gambar sampul, gambar orang tua brewokan. Itu bukunya Marx, Karl Marx sambil menunjuk orang yang ada pada sampul buku itu. Masa mahasiswa tidak tahu Marx, Tanya Roni sambil mengejek. Ya memang dikampus tidak pernah lihat bukunya apalagi di ajari sama dosen.

Sambil tertawa Roni bicara, buku itu pencerahan bagi kaum buruh, dibuku itu banyak ditulis tentang permasalahan filsafat dan ekonomi, begini-begini, buruh juga baca buku lho. Lali Roni menjelasakan isi buku itu, Kata buku ini, yang membuat buruh miskin dan tertindas adalah Kapitalisme. Kapitalisme secara etimologi dari kata capital dan isme, capital adalah modal dan isme adalah modal. Sehingga kapitalisme adalah paham tentang modal, atau bisa artikan paham atau sistem ekonomi yang mana alat produksi dikuasai perorangan dengan tujuan memperkaya diri-sendiri. Kapitalis itu adalah orang yang mempunyai modal/ alat produksi. Sehingga kapitalis membutukan buruh dengan diupah untuk melakukan kerja. Watak dasar dari kapitalisme ada tiga, ekspansi, eksploitasi dan akumulasi. Ekspansi adalah perluasan wilayah untuk menanamkan modal, eksploitasi adalah penghisapan sumber tenaga manusia yaitu buruh dan sumber daya alam yaitu kekayaan alam yang ada didalamnya, serta akumulasi adalah penumpukan kekayaan. Ringkasnya seperti itu isi buku Marx, jelas Roni. Kau baca buku itu dan kau coba pikirkan dengan melihat realitas yang terjadi, maka kamu akan mengerti apa itu penindasan, apa itu kemiskinan, apa itu kapitalisme, tegas Roni.

Waktu sudah mulai larut malam, Roni pun, minta pamit karena besok harus berangkat kerja, akun sudah mulai mengantuk dan besok aku juga ada kuliah. Terimaksih bukunya, sambil aku jabat tangan Roni, sama-sama balas Roni, sampai ketemu lagi sambil kupandang langkah menjau, Roni menghilang digelap malam.

Kumulai membaca buku itu, mulai kumengerti bahwa kemiskinan yang saat ini terjadi adalah buah dari kapitalisme. Kapitalisme nampaknya menjadi tuhan baru bagi orang-orang yang serakah. Kapitalisme adalah virus pecipta kemiskinan.

Make a Free Website with Yola.